A.
Latar Belakang Masalah
Semua
orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera sebagaimana yang
dicita-citakan masyarakat Indonesia secara khusus dan masyarakat dunia
Internasional secara umumnya yaitu terwujudnya suatu kehidupan yang adil dan
makmur. Cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa mengoptimalkan
kualitas sumber daya manusia. Hal ini terlaksana apabila semua bidang
pembangunan bergerak secara terpadu yang menjadikan manusia sebagai subjek.
Pengembangan masyarakat sebagai sebuah kajian keilmuan dapat menyentuh
keberadaan manusia yang berperadaban. Pengembangan masyarakat merupakan sebuah
proses yang dapat merubah watak, sikap dan prilaku masyarakat ke arah pembangunan yang
dicita-citakan. Indikator dalam menentukan kemakmuran suatu bangsa sangat
tergantung pada situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat yang didambakan
yaitu terwujudnya masyarakat madani.
Konsep
masyarakat madani merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep civil society. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah
Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan
civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk
masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap
sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam
masyarakat muslim modern. Makna civil
society atau masyarakat sipil adalah
terjemahan dari civil society. Konsep
civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat
sebagai sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin
keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat.
Keberadaan
masyarakat madani tidak terlepas dari peran gerakan sosial. Gerakan sosial yang
dapat dipadankan dengan perubahan sosial atau masyarakat sipil dan didasari
oleh pembagian tiga ranah, yaitu negara (state),
perusahaan (corporation atau pasar
market), dan masyarakat sipil sebagaimana yang diutarakan oleh Sidney Tarrow yang
melihat political parties berkaitan dengan gerakan politik, yakni sebagai upaya
perebutan dan penguasaan jabatan politik oleh partai politik melalui pemilu,
gerakan ekonomi berkaitan dengan lobby dimana terdapat upaya melakukan
perubahan kebijakan publik tanpa harus menduduki jabatan politik tersebut.
Selain defenisi gerakan sosial yang berada di ranah masyarakat sipil, maka para
aktor atau kelompok yang terlibat pun perlu diperjelas pengertian dan
cakupannya. Selama ini ada yang memandang bahwa organisasi non pemerintahan (NGO’s)
atau LSM merupakan (satu-satunya) wakil atau penjelmaan masyarakat sipil.
Namun, sebenarnya organisasi non pemerintahan hanya merupakan salah satu dari
organisasi masyarakat sipil yang berdampingan dengan organisasi massa, terutarama
organisasi massa keagamaan, organisasi komunitas, organisasi profesi, media,
lembaga pendidikan, dan lembaga lain yang tidak termasuk pada ranah politik dan
ekonomi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis merumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana terbentuknya masyarakat madani
internasional ?
2. Bagaimana peranan Non-Governmental
Organization (NGO’s) dalam masyarakat madani internasional ?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan permasalahan diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk memahami terbentuknya masyarakat
madani internasional.
2. Unutk memahami peranan Non-Governmental
Organization (NGO’s) dalam masyarakat madani internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masyarakat Madani Internasional
1.
Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat
madani merupakan istilah yang dipakai untuk mengonseptualisasikan sebuah
masyarakat ideal yang dicita-citakan. Istilah itu diterjemahkan dari bahasa
Arab “mujtama’ madani” yang
diperkenalkan kali pertama oleh Naquib al-Attas, guru besar sejarah dan
peradaban Islam yang juga filosof kontemporer dari Malaysia, serta pendiri
sebuah lembaga yang bernama Institute for Islamic Thought and
Civilisation (ISTAC) yang
disponsori oleh Anwar Ibrahim. (Hidayat, 2008:10) Menurut
Nurcholish Madjid memandang bahwa masyarakat madani merupakan masyarakat yang
sopan, beradab, dan teratur dalam bentuk negara yang baik. Menurutnya masyarakat
madani dalam semangat modern tidak lain dari civil society, karena
kata madani menunjuk pada makna peradaban atau kebudayaan. Berangkat dari
kajian terhadap ide-ide dasar masyarakat madani dan substansi civil society yang berkembang di dunia
Eropa (barat), Dawam Raharjo dalam hal ini berpendapat bahwa substansi masyarakat
madani dalam dunia Islam dan civil society di dunia Barat adalah satu,
teori civil society dapat dipinjam
untuk menjelaskan istilah masyarakat madani yang digali dari khazanah sejarah
Islam. Senada dengan hal ini Nurcholish Madjid, tidak membedakan antara
masyarakat madani yang lahir dari khazanah sejarah dan peradaban Islam
dengan civil society yang lahir dari sejarah Eropa atau
peradaban Barat. (Hidayat, 2008:13-14).
Adapun
konsep pemikiran dari filsuf Yunani yakni Aristoteles memandang civil society sebagai sistem
ketatanegaraan atau identik dengan negara itu sendiri yakni sebuah komunitas
politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi
politik dan pengambilan keputusan. Kemudian rumusan civil society yang dikembangkan oleh
Thomas Hobbes dan John Locke memandangnya sebagai kelanjutan dari evolusi
masyarakat yang alamiah (natural society) dimana entitas negara civil society mempunyai peran untuk
meredam konflik dalam masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak
agar mampu mengontrol dan mengawasi secara ketat pola interaksi, perilaku
politik setiap warga negara. (Ubaedillah dkk, 2010:177-178)
2. Munculnya Masyarakat Madani Internasional
Masyarakat madani tidak muncul dengan sendirinya, ia membutuhkan unsur-unsur
sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor-faktor
tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat dan menjadi karakter khas
masyarakat madani. Beberapa unsur pokok yang harus dimiliki oleh masyarakat
madani adalah wilayah publik yang bebas (free public sphere), demokrasi, toleransi, kemajemukan (pluralism), dan keadilan sosial (social justices).
1.
Wilayah publik yang bebas (free public sphere)
Wilayah
publik yang bebas (free public sphere) adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk mengemukakan
pendapat warga masyarakat. Di wilayah ruang publik ini semua warga negara
memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi sosial dan politik
tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan-kekuatan di luar civil society. Mengacu pada Arendt dan Habermas, ruang publik dapat diartikan
sebagai wilayah bebas dimana semua warga negara memiliki akses penuh dalam
kegiatan yang bersifat publik. Sebagai prasyarat mutlak lahirnya civil society yang sesungguhnya, ketiadaan wilayah publik bebas ini pada suatu
negara dapat menjadi suasana tidak bebas dimana negara mengontrol warga negara
dalam menyalurkan pandangan sosial politiknya.
2.
Demokrasi
Demokrasi
adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni (genuine). Tanpa
demokrasi masyarakat sipil tidak mungkin terwujud. Secara umum demokrasi adalah
suatu tatanan sosial politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk
warga negara.
3.
Toleransi
Toleransi
adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Lebih dari
sikap menghargai pandangan berbeda orang lain, toleransi, mengacu pada
pandangan Nurcholish Madjid, adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan
ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tatacara pergaulan yang
menyenangkan antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus
dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yang benar. Dalam
perspektif ini, toleransi bukan sekedar tuntutan sosial masyarakat majemuk
belaka, tetapi sudah menjadi bagian penting dari pelaksanaan ajaran moral
agama. Senada dengan Madjid, Azra menyatakan bahwa dalam kerangka menciptakan
kehidupan yang berkualitas dengan berkeadaban (tamaddun/civility), masyarakat madani (civil society) menghajatkan sikap-sikap toleransi, yakni kesediaan individu-individu
untuk menerima beragam perbedaan pandangan politik dikalangan warga bangsa.
4.
Kemajemukan (pluralism)
Kemajemukan
(pluralism) merupakan prasyarat lain bagi civil society. Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan
menerima kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang
tulus menerima kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat
Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat. Kemajemukan dalam
pandangan Madjid erat kaitannya dengan sikap penuh pengertian (toleran) kepada
orang lain, yang nyata-nyata diperlukan dalam masyarakat yang majemuk.
5.
Keadilan Sosial (social justices)
Keadilan
sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional atas hak dan
kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan ekonomi,
politik, pengetahuan, dan kesempatan. Dengan pengertian lain, keadilan sosial
adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan yang dilakukan
oleh kelompok atau golongan tertentu. (Ubaedillah dkk, 2010:185-187)
Dengan faktor-faktor tersebut relevansi atau penggunaan konsep
masyarakat madani mungkin secara
esensial memang membutuhkan pemberdayaan dan penguatan masyarakat, dan secara
komprehensif agar memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta
mampu menjunjung tinggi nilai-nilai. Untuk itu, maka diperlukan pengembangan
masyarakat madani dengan menerapkan strategi pemberdayaan agar proses pembinaan
dan pemberdayaan itu mencapai hasil secara optimal tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani.
B.
Non-Governmental
Organization
(NGO’s) Dalam Masyarakat Madani Internasional
1.
Sejarah Lahirnya Non-Governmental
Organization
(NGO’s)
Istilah Non-Governmental
Organization (NGO’s) digunakan sejak berdirinya PBB pada tahun 1945, tepatnya
pada Piagam PBB Pasal 71 Bab 10 tentang peranan konsultatif Non-Governmental Organization (NGO’s). Awalnya
istilah ini digunakan untuk membedakan antara hak partisipatif badan-badan
pemerintah (intergovernmental agencies) dan organisasi-organisasi swasta
international (international private organizations).
Defenisi “international
NGO’S” pertama
kali diberikan dalam resolusi 288 (X) ECOSOC pada 27 Pebruari 1950: “setiap organisasi
internasional yang tidak didirikan atas dasar sebuah perjanjian internasional”.
World Bank, mendefenisikan NGO’s sebagai organisasi
swasta yang menjalankan kegiatan untuk meringankan penderitaan, mengentaskan
kemiskinan, memelihara lingkungan hidup, menyediakan layanan sosial dasar atau
melakukan kegiatan pengembangan masyarakat. Dalam sebuah dokumen penting World
Bank, Working With NGO’s,
disebutkan pada konteks yang lebih luas, istilah NGO’s dapat
diartikan sebagai semua organisasi nirlaba (non-profit organization)
yang tidak terkait dengan pemerintahan.
NGO’s pada
umumnya adalah organisasi berbasis nilai yang bergantung kepada sebagian atau
keseluruhan bantuan amal dan pelayanan sukarela. Walaupun sejak lebih dari 2
dekade terakhir sektor NGO’s telah
semakin diprofesionalisasikan, namun prinsip-prinsip mementingkan orang lain
dan kesukarelaan (voluntarism) masih menjadi ciri utamanya. Sejak
beberapa dekade yang lalu, NGO’s telah
menjadi pemain utama dalam bidang pengembangan internasional. Sejak pertengahan
1970-an, sektor NGO’s di negara
maju dan negara berkembang telah mengalami pertumbuhan yang berlipat ganda.
Dari 1970 hingga 1985 total bantuan untuk pengembangan yang diberikan oleh NGO’s
internasional telah meningkat 10 kali lipat. Pada tahun 1992 NGO’s internasional
menyalurkan lebih dari $7.6 miliar bantuan untuk negara-negara berkembang. Saat
ini diperkirakan lebih dari 15% dari total bantuan dunia untuk pengembangan
disalurkan melalui NGO’s.
2. Peranan
Non-Governmental Organization (NGO’s)
Peranan NGO’s penting
untuk membangun suatu masyarakat dan bangsa. Ini disebabkan karena banyak
pembiayaan dari perorangan, institusi dan pemerintah untuk masyarakat
disalurkan melalui NGO’s. Sejak
tahun 1970-an, NGO’s telah
bertambah banyak dari sebelumnya mencoba untuk mengisi ruang yang tidak akan
atau tidak dapat diisi oleh pemerintah. Dari sekian banyak peran yang dimainkan
oleh NGO’s, ada 6 hal perang penting yang dicanangkan dalam program NGO’s antara lain :
a.
Pengembangan dan pembangunan infrastruktur
Pada pengembangan
dan pembangunan infrastruktur NGO’s mempunyai program dalam membangun perumahan,
menyediakan infrastruktur seperti sumur atau toilet umum, penampungan limbah
padat dan usaha berbasis masyarakat lain.
b.
Mendukung inovasi, ujicoba dan proyek percontohan
NGO’s memiliki
kelebihan dalam perancangan dan pelaksanaan proyek yang inovatif dan secara
khusus menyebutkan jangka waktu mereka akan mendukung proyek tersebut. NGO’s dapat juga
mengerjakan percontohan untuk proyek besar pemerintah karena adanya kemampuan
bertindak yang lebih cepat dibandingkan dengan pemerintah dengan birokrasinya
yang rumit.
c.
Memfasilitasi komunikasi
NGO’s dapat
memfasilitasi komunikasi ke atas, dari masyarakat kepada pemerintah, dan ke
bawah, dari pemerintah kepada masyarakat. Komunikasi ke atas mencakup pemberian
informasi kepada pemerintah tentang apa yang dipikirkan, dirasakan dan
dilakukan oleh masyarakat, sedangkan komunikasi ke bawah mencakup pemberian
informasi kepada masyarakat tentang apa yang direncanakan dan dikerjakan oleh
pemerintah. NGO’s juga dapat
memberikan informasi secara horizontal dan membentuk jejaring (networking) dengan organisasi lain yang
melakukan pekerjaan yang sama.
d.
Bantuan teknis dan pelatihan
Institusi pelatihan dan NGO’s dapat
merancang dan memberikan suatu pelatihan dan bantuan teknis untuk organisasi
berbasis masyarakat dan pemerintah.
e.
Penelitian, monitoring dan
evaluasi
Monitoring dan
evaluasi yang efektif terhadap sifat partisipatif suatu proyek akan memberikan
manfaat yang baik bagi masyarakat dan staf proyek itu sendiri.
f.
Advokasi untuk masyarakat miskin
NGO’s menjadi
jurubicara dan perwakilan orang miskin dan mencoba untuk mempengaruhi kebijakan
dan program pemerintah. Ini dapat dilakukan melalui berbagai cara mulai dari
unjuk rasa, proyek percontohan, keikutsertaan dalam forum publik untuk
memformulasi kebijakan dan rencana pemerintah, hingga mengumumkan hasil
penelitian dan studi kasus terhadap orang miskin. Jadi, NGO’s memainkan
peran mulai dari advokasi kepada orang miskin hingga implementasi program
pemerintah dari penghasut (pembuat opini) dan pengkritik hingga rekan kerja dan
penasehat; dari sponsor proyek percontohan hingga mediator.
Beberapa bidang yang digeluti oleh NGO’s, antara lain:
a.
Pendidikan masyarakat dan
pengembangan kesehatan yang meliputi pada pendidikan seks dan kontrasepsi, kesehatan umum,
pembuangan limbah/sampah, penggunaan air, vaksinasi, pelayanan konsultasi
remaja.
b.
Penanganan kesehatan khusus
pada orang yang mengidap penyakit HIV/AIDS, hepatitis B, pemulihan kecanduan obat.
c.
Masalah sosial masyarakat
yang meliputi pada kenakalan (kejahatan)
remaja, remaja yang meninggalkan rumah, anak jalanan, prostitusi.
d.
Lingkungan hidup yang
meliputi pendidikan konsumsi
energi dan air, pelestarian gunung dan hutan
e.
Ekonomi yang menitikberatkan
pada pinjaman dan usaha mikro,
pelatihan keahlian (komputer, teknisi, katering, menjahi), promosi dan
distribusi produk (bazaa), pembentukan koperasi, konsultasi keuangan, bantuan
mencari kerja dan pengembangan karir.
f.
Pengembangan yang menitikberatkan pada pembangunan sekolah,
pembangunan infrastruktur pembangunan dan operasional pusat budaya, bantuan
ahli untuk pertanian dan kelautan.
g.
Isu perempuan yang mencakup
pada hak anak dan perempuan,
pusat bantuan untuk perempuan yang mengalami kekerasan, terapi kelompok
terhadap perempuan yang mengalami pelecehan seksual, hotline counseling (konseling via telepon khusus untuk perempuan),
bantuan hukum untuk perempuan, mendorong minat baca dan tulis. (Asken Sinaga, http://askensinaga.wordpress.com/2008/06/02/ngo-defenisi-sejarah-peranan-pengelompokan-dan-karir/)
NGO’s menjalankan
berbagai peran di masyarakat dan hampir tidak ada area yang tidak tersentuh
oleh NGO’s, baik itu sumber daya alam,
keuangan, pengembangan sosial, HAM, kebudayaan, pendidikan dan energi. NGO
telah memainkan peranan yang efektif dalam merubah skenario dunia saat ini baik
dengan menetapkan agenda atau dengan mendesak pemerintah untuk melakukan
sesuatu yang mereka perlukan.
BAB IIII
PENUTUP
A.
Simpulan :
1.
Masyarakat
madani dapat didefinisikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam
membangun, menjalani, dan memaknai pada sebuah tatanan masyarakat sipil (civil
society) yang mandiri sebagai sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip
moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan antara kebebasan individu
dengan kestabilan masyrakat.
2.
Keberadaan
masyarakat madani tidak terlepas dari peran gerakan sosial yang
berada di ranah masyarakat dengan adanya lahirnya organisasi non pemerintahan
(NGO’s) atau LSM sebagai wakil atau penjelmaan masyarakat sipil. Unsur-unsur pokok yang
harus dimiliki oleh masyarakat madani antara lain : wilayah publik yang bebas (free
public sphere),
demokrasi, toleransi, kemajemukan (pluralism), dan keadilan sosial (social
justices).
3.
Istilah Non-Governmental
Organization (NGO’s) digunakan sejak berdirinya PBB pada tahun 1945,
tepatnya pada pada Piagam PBB Pasal 71 Bab 10 tentang peranan konsultatif
non-governmental organization.
4.
adapun
program yang dicanangkan NGO’s antara lain :
pengembangan dan pembangunan infrastruktur, mendukung inovasi, ujicoba dan
proyek percontohan, memfasilitasi komunikasi, bantuan teknis dan pelatihan, penelitian
yang mencakup monitoring dan evaluasi,
dan advokasi untuk masyarakat miskin.
B.
Saran
Dengan
adanya Non-Governmental Organization (NGO’s) diharapkan kepada masyarakat untuk menanamkan rasa kepedulian
guna untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan dengan melakukan lobi,
kegiatan pers dan kegiatan-kegiatan aktivis demi kepentingan kemanusian.
DAFTAR PUSTAKA
Asken
Sinaga, NGO: “Defenisi, Sejarah, Peranan, Pengelompokan
dan Karir”, http://askensinaga.wordpress.com/2008/06/02/ngo-defenisi-sejarah-peranan-pengelompokan-dan-karir/
Mansur
Hidayat, “Ormas Keagamaan Dalam Pemberdayaan Politik Masyarakat Madani (Telaah
Teoritik- Historis)”, http://komunitas.wikispaces.com/file/view/ormas+keagamaan+dalam+pemberdayaan+politik+masyarakat+madani.pdf
Ubaedillah dkk, 2010. Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar